Jumat, 01 Juli 2011

Survey Lingkungan Belajar Klinik

Wastu Adi Mulyono, M.Kep.
Jurusan Keperawatan FKIK UNSOED Purwokerto

Ketidakseragaman kualitas pelayanan bimbingan klinik dirasakan baik oleh mahasiswa, instruktur klinik, staf perawat, maupun institusi penyelenggara pendidikan. Keluhan sering dungkapkan secara formal maupun tidak formal baik oleh mahasiswa, instruktur klinik, staf perawat, pembimbing institusi, maupun institusi peyelenggara itu sendiri. Mahasiswa mengeluhkan tidak tercapainya kompetensi, instruktur klinik dan staf perawat mengeluhkan kurang tanggapnya mahasiswa terhadap situasi di lapangan, institusi penyelenggara mengeluhkan mahalnya biaya praktik, dan masih banyak lagi keluhan.

Muara dari semua keluhan tersebut menunjukkan belum terbentuknya lingkungan pembelajaran klinik (Clinical Learning Environment) yang positif. Lingkungan belajar klinik (Clinical Learning Environment/CLE) merupakan tempat yang digunakan oleh mahasiswa untuk proses pembelajaran klinik (praktik klinik keperawatan). CLE terdiri dari work base learning, social atmosphere, formal training program, supervision, workload, dan faktor lain seperti ujian.

Program yang paling sering tidak mencapai tujuan praktik yang diinginkan adalah program profesi Ners. Setiap institusi memiliki panduan dan tujuan pencapaian program masing-masing sesuai kurikulum yang diaplikasikan. Hal ini menyebabkan aktivitas atau irama bimbingan yang diberikan di RS menjadi tidak teratur. Ketidakteraturan ini juga menyulitkan proses evaluasi dan juga keberlanjutan program inovasi yang dilaksanakan oleh praktikan. Perlu kesesuaian tujuan bersama antara pendidikan, instruktur klinik, dan mahasiswa dalam proses pembelajaran klinik. Kolaborasi antara institusi pendidikan dan rumah sakit akan terus menjadi kritis dalam mencari solusi berkelanjutan di masa depan (Palmer, Cox et al. 2005).

Program profesi pada dasarnya merupakan penerapan pengetahuan-pengetahuan keperawatan dalam praktik langsung dengan mahasiswa. Program Ners merupakan pengalaman klinik, yang merupakan aspek paling penting dalam kurikulum (Walker, 2007; dalam Mannix, Wilkes et al. 2009) pendidikan Ners. Meskipun demikian pengalaman klinik yang hanya berlangsung kurang lebih 1 tahun terasa belum cukup untuk dapat memperoleh Ners yang memiliki keterampilan yang siap pakai.

Mahasiswa memiliki kesempatan luas ketika sedang praktik di klinik. Kenyataan yang ada, mahasiswa sering mengalami stress ketika belajar di klinik. Berdasarkan evaluasi peneliti terhadap mahasiswa praktikan, stress yang dialami sering disebabkan oleh hubungan antara mahasiswa dengan instruktur dan staf perawat di tempat praktik (Purwandari and Mulyono 2010). Riset dengan jelas menunjukkan bahwa identifikasi mahasiswa terhadap lingkungan belajar klinis merupakan penyebab stress dan kecemasan (Moscaritolo 2009).

Selama proses pembelajaran klinik mahasiswa dapat mempelajari praktik keperawatan yang sesungguhnya. Praktik klinik keperawatan memberikan pengalaman mahasiswa untuk mempelajari pengetahuan baru, bahkan perilaku dan karakter perawat yang diharapkan pasien. Pembimbing klinik dapat menjadi role model yang dapat ditiru oleh mahasiswa. Sayangnya, peran model ini sering tidak terfasilitasi oleh lingkungan praktik klink. Pembimbing memberikan contoh menekankan penerapan teori, sedangkan staf perawatan lain yang menjadi preseptornya justru mencontohkan ketidakpatuhan terhadap standar bahkan kontradiktif dengan yang dipelajari. Hal yang paling sering ditemukan adalah mengatakan bahwa praktik itu tidak sama dengan teori.

Ketidaksesuaian tuntutan pembimbing dengan contoh nyata yang diberikan para staf perawat di klinik menjadikan tujuan pembelajaran klinik tidak tercapai optimal. Keberhasilan program pembelajaran klinik dipengaruhi banyak faktor. Faktor yang mempengaruhi kesuksesan fasilitator model dalam pembelajaran klinik adalah: skill dan pengalaman fasilitator, kemampuan perawat klinik untuk terlibat dalam proses belajar mengajar, dan kemampuan mahasiswa membuat peluang belajar muncul selama praktik klinik (Mannix, Wilkes et al. 2009).

Penelitian berkaitan dengan CLE sudah banyak dilakukan. Hasilnya terdapat perbedaan antara setiap rumah sakit berkaitan dengan kualitas lingkungan belajar klinik yang tersedia. Perbedaan ini tercermin dalam orientasi terhadap proses pembelajaran, variasi beban kerja, tingkat otonomi, kualitas supervisi, dan dukungan sosial. Perbedaan-perbedaan ini juga terbukti dalam ketersediaan dalam memperoleh kesempatan dalam mendapatkan kualitas praktik. Faktor-faktor ini juga dipersepsikan sebagai penentu utama efektivitas belajar di klinik (Rotem, Bloomfield et al. 1996). Manajer bangsal perlu mengidentifikasi potensi unitnya dan perlunya mempertahankan standar praktik dan pendidikan (Hastings 1992), menjaga kualitas isi, dan frekuensi supervisi dalam lingkungan positif merupakan faktor penting (Saarikoski and Leino-Kilpi 2002). Hasil penelitian berikutnya menunjukkan bahwa ada penurunan kualitas supervisi dari tahun 1996-2006 (Saarikoski, Kaila et al. 2009). Penelitian-penelitian lain telah mengembangkan instrumen untuk mengukur CLE berdasarkan persepsi mahasiswa, staf perawat, dan penilaian pembimbing klinik(Dunn and Burnett 1995; Hart and Rotem 1995; Sand-Jecklin 2000; Chan 2002; Hosoda 2006; Bloomfield and Subramaniam 2008; Johansson, Kaila et al. 2010).

Adanya permasalahan dalam proses bimbingan yang dirasakan, adanya kebutuhan untuk mendorong budaya pengembangan profesional, adanya hasil penelitian yang menunjukkan kemunduran kualitas lingkungan belajar klinik setelah berjalan beberapa tahun, menjadikan penelitian ini layak untuk dilaksanakan. Lingkungan belajar klinik di rumah sakit kita perlu dievaluasi oleh mahasiswa sebagai salah satu pemangku kepentingan.

Saya sedang melakukan survey tentang kondisi lingkungan belajar klinik di rumah sakit se Indonesia melalui email dan on-line. Jika Ada yang tertarik untuk mengevaluasi kondisi lingkungan belajar di rumah sakit masing-masing dapat meminta mahasiswa untuk mengisi kuesioner ini, dan selanjutnya kontak pada peneliti untuk minta hasil rekapitulasi. (Mohon maaf untuk report langsung belum dapat terfasilitasi karena belum tersedianya sarana dan prasarana). Silakan klik di survey lingkungan belajar klinik.

Referensi

Bloomfield, L. and R. Subramaniam (2008). Development of an instrument to measure the clinical learning environment in diagnostic radiology. Journal of Medical Imaging & Radiation Oncology, Wiley-Blackwell. 52: 262-268.

Chan, D. (2002). "Development of the Clinical Learning Environment Inventory: using the theoretical framework of learning environment studies to assess nursing students' perceptions of the hospital as a learning environment." The Journal Of Nursing Education 41(2): 69-75.

Dunn, S. V. and P. Burnett (1995). "The development of a clinical learning environment scale." Journal of Advanced Nursing 22(6): 1166-1173.

Hart, G. and A. Rotem (1995). "The clinical learning environment: nurses' perceptions of professional development in clinical settings." Nurse Education Today 15(1): 3-10.

Hastings, F. (1992). "Auditing the clinical learning environment in West Glamorgan: evaluating the process." Nursing Practice (Edinburgh, Scotland) 5(3): 10-13.

Hosoda, Y. (2006). "Development and testing of a Clinical Learning Environment Diagnostic Inventory for baccalaureate nursing students." Journal of Advanced Nursing 56(5): 480-490.

Johansson, U.-B., P. i. Kaila, et al. (2010). "Clinical learning environment, supervision and nurse teacher evaluation scale: psychometric evaluation of the Swedish version." Journal of Advanced Nursing 66(9): 2085-2093.

Mannix, J., L. Wilkes, et al. (2009). "Key stakeholders in clinical learning and teaching in Bachelor of Nursing programs: a discussion paper." Contemporary Nurse: A Journal For The Australian Nursing Profession 32(1-2): 59-68.

Moscaritolo, L. M. (2009). "Interventional strategies to decrease nursing student anxiety in the clinical learning environment." The Journal Of Nursing Education 48(1): 17-23.

Palmer, S. P., A. H. Cox, et al. (2005). "Nursing education and service collaboration: making a difference in the clinical learning environment." Journal Of Continuing Education In Nursing 36(6): 271-276.

Purwandari, H. and W. A. Mulyono (2010). "Permasalahan mahasiswa menjalani penempatan praktik klinik pertama kali di stase perawatan anak." Suara Forikes 2(1): 31-36.

Rotem, A., L. Bloomfield, et al. (1996). "The clinical learning environment." Israel Journal Of Medical Sciences 32(9): 705-710.

Saarikoski, M., P. Kaila, et al. (2009). "Clinical learning environment and supervision perceived by nursing students -- the changes during a ten years period [Finnish]." Hoitotiede 21(3): 163-173.

Saarikoski, M. and H. Leino-Kilpi (2002). "The clinical learning environment and supervision by staff nurses: developing the instrument." International Journal Of Nursing Studies 39(3): 259-267.

Sand-Jecklin, K. (2000). "Evaluating the student clinical learning environment: development and validation of the SECEE inventory." Southern Online Journal of Nursing Research 1(4): 15p.

Cari di sini

Google

Wisdoms come through